Korban Anak Yang Hamil Tidak Ditangani Serius oleh UPTD PPA Kota Banda Aceh

INDONESIA POST

- Redaksi

Rabu, 5 Februari 2025 - 19:39 WIB

505 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Banda Aceh – Penanganan kasus Persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang berinisial NNA oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan (UPTD PPA) Kota Banda Aceh telah menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat. Kasus yang seharusnya mendapat perhatian serius ini justru terkesan diabaikan dan ditangani dengan cara yang sangat tidak profesional, mencerminkan lemahnya sistem perlindungan terhadap korban kekerasan di wilayah tersebut.

NNA sendiri merupakan korban tindak pidana Persetubuhan terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa yang berinisial (JA) diduga berusia : 30 Tahun. Awal bulan September tahun 2023. Pelaku sering memancing dekat rumah korban, dan sejak saat itu pelaku sering datang ke rumah walaupun sekedar basa-basi terhadap Ibu korban. Berdasarkan pengakuan korban sekitar bulan Februari tahun 2024 pelaku mendekati korban dengan modus berpacaran dan akan menikahinya setelah selesai tamat sekolah. Namun pada kenyataannya pelaku memaksa korban untuk melakukan hubungan intim serta mengancam korban, pelaku membawa pergi korban pulang ke kampung di Medan tempat tinggal asli pelaku karena sudah ketauan hamil, korban tidak betah di medan dan pulang lagi ke Banda Aceh. Setelah korban kembali lagi ke Banda Aceh pelaku menemui korban dan membawa pergi ke medan dikediaman rumah pelaku, korban pulang lagi ke Banda Aceh di kediaman rumah Ibu korban, disaat itu juga korban sering dipukul oleh Ibu korban karena mengganggap sudah mempermalukan keluarga. Pihak keluarga dari Ibu korban (Wawak/Kakak kandung dari Ibu korban) membawa korban untuk tinggal dengan wawaknya dan telah dilaporkan ke Polresta Banda Aceh. Sekarang pelaku sudah ditangkap/dipenjara dan saat ini berada di Lapas Kajhu akan tetapi dengan kasus yang berbeda yaitu (Pencurian).

“Dengan keadaan korban saat ini yang sangat meprihatinkan dimana kandungannya sudah memasuki bulan ke 7 (Tujuh), YBHA mengajukan bantuan pendampingan kepada UPTD PPA Kota Banda Aceh. Salah satu hal yang sangat mengecewakan adalah alasan klasik terkait keterbatasan anggaran yang selalu dijadikan tameng oleh pihak UPTD PPA Kota Banda Aceh. Alasan ini sudah terlalu sering digunakan dan tidak dapat lagi diterima mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap korban. Seharusnya, institusi yang bertanggung jawab dalam perlindungan perempuan dan anak ini memiliki perencanaan anggaran yang matang dan skala prioritas yang jelas dalam penanganan kasus”. Ujar Edy Darma, S.Sos. Ketua YBHA Peutuah Mandiri Kota Banda Aceh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Proses koordinasi yang terlalu panjang dan berbelit-belit juga menjadi masalah serius dalam penanganan kasus ini. Birokrasi yang rumit dan koordinasi yang tidak efektif antar lembaga terkait telah mengakibatkan tertundanya penanganan yang seharusnya bisa dilakukan dengan cepat dan tepat. Hal ini menunjukkan tidak adanya sistem koordinasi yang efisien dalam penanganan kasus-kasus serupa”, sambungnya.

“Yang lebih memprihatinkan lagi adalah diabaikannya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang seharusnya menjadi panduan utama dalam penanganan kasus. SOP yang telah ditetapkan seolah hanya menjadi dokumen formal tanpa implementasi yang nyata di lapangan. Kondisi ini mencerminkan rendahnya komitmen dan profesionalisme dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan perlindungan”, tutupnya.

Edy juga menambahkan “Dengan melihat berbagai permasalahan yang ada, sudah seharusnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap jajaran pengurus Uptd PPA kota Banda Aceh. Evaluasi ini penting untuk mengidentifikasi kelemahan sistem, meningkatkan kompetensi petugas, dan memastikan bahwa setiap kasus ditangani dengan serius dan profesional. Perlu ada perubahan fundamental dalam cara kerja dan mindset para petugas yang menangani kasus-kasus perlindungan”.

“Penanganan yang tidak intensif terhadap kasus persetubuhan terhadap anak dibawah umur dengan Inisial NNA, memperlihatkan betapa lemahnya komitmen UPTD PPA Kota Banda Aceh dalam menjalankan tugasnya. Pendampingan yang seharusnya dilakukan secara berkelanjutan dan intensif justru terkesan setengah hati dan tidak terencana dengan baik. Hal ini tentu saja berdampak langsung pada pemulihan dan perlindungan korban yang seharusnya menjadi prioritas utama”, jelasnya.

Mengingat sensitifitas dan urgensi dari kasus ini, sudah seharusnya UPTD PPA Banda Aceh memberikan perhatian dan penanganan yang lebih serius. Diperlukan langkah-langkah konkret dan terobosan baru dalam sistem penanganan kasus, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, perbaikan sistem koordinasi, dan pengalokasian anggaran yang lebih tepat sasaran. Tanpa adanya perubahan yang signifikan dalam penanganan kasus seperti ini, dikhawatirkan akan semakin banyak korban yang tidak mendapatkan perlindungan dan pendampingan yang layak.

Selain itu, Edy juga menekankan bahwa “sebagai langkah strategis ke depan, sangat penting untuk segera membentuk forum kerjasama terpadu antar lembaga yang diwujudkan melalui penyelenggaraan case conference secara rutin dan terstruktur. Forum ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Kepolisian, khususnya Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), serta lembaga sosial terkait lainnya,” ujarnya.

“Melalui kolaborasi yang erat ini, setiap lembaga dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk memberikan pendampingan komprehensif kepada korban, terutama dalam kasus-kasus sensitif seperti persetubuhan anak di bawah umur. Ketika salah satu lembaga menghadapi kendala anggaran, lembaga lain dapat memberikan dukungan sumber daya yang diperlukan, sehingga menciptakan sistem penanganan kasus yang lebih efektif dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik korban”, tutupnya.

Berita Terkait

Rakor Keluarga Ulee Balang Sepakat Restrukturisasi Pengurus Dan Rencana Kerja
Wakil Gubernur Aceh Bertemu Direktur Islamic Development Bank
Desak Pemerintah Pusat berikan hak kelola Migas diatas 12 Mil untuk Aceh
SAPA: Dana Pembangunan Instansi Vertikal Sebaiknya Dialihkan untuk Rakyat
TA Khalid Dinobatkan Ketua Umum Bangsawan Aceh
Malik Mahmud Jatuh Hati Kepada Mantan Bupati Pidie Jaya
Beredar Informasi Tgk Aiyub bin Abbas Sekjen DPP Partai Aceh Definitif
Kunjungan Kerja Komisi XIII DPR RI ke Provinsi Aceh: Penguatan Supremasi Hukum dan Perlindungan HAM

Berita Terkait

Minggu, 20 April 2025 - 18:03 WIB

Rakor Keluarga Ulee Balang Sepakat Restrukturisasi Pengurus Dan Rencana Kerja

Rabu, 16 April 2025 - 16:51 WIB

Desak Pemerintah Pusat berikan hak kelola Migas diatas 12 Mil untuk Aceh

Selasa, 15 April 2025 - 23:06 WIB

SAPA: Dana Pembangunan Instansi Vertikal Sebaiknya Dialihkan untuk Rakyat

Minggu, 13 April 2025 - 17:12 WIB

TA Khalid Dinobatkan Ketua Umum Bangsawan Aceh

Sabtu, 12 April 2025 - 22:47 WIB

Malik Mahmud Jatuh Hati Kepada Mantan Bupati Pidie Jaya

Jumat, 11 April 2025 - 20:03 WIB

Beredar Informasi Tgk Aiyub bin Abbas Sekjen DPP Partai Aceh Definitif

Kamis, 10 April 2025 - 17:37 WIB

Kunjungan Kerja Komisi XIII DPR RI ke Provinsi Aceh: Penguatan Supremasi Hukum dan Perlindungan HAM

Kamis, 10 April 2025 - 16:17 WIB

Mencatut Nama PW IWO Aceh dan Pasang Foto Ketua PWI Aceh, Zoni Disinyalir Lakukan Penipuan

Berita Terbaru

ACEH TENGGARA

Pentingnya Menjaga dan Melestarikan Hutan di Aceh Tenggara

Minggu, 20 Apr 2025 - 20:01 WIB