Bandung Barat , indonesiapost24.com | 20 Maret 2025, Lembaga Bantuan Hukum Perkumpulan Advokat Muslim Indonesia (LBH PERADMI) DPD Kabupaten Bandung Barat (KBB) merasa martabatnya direndahkan saat berupaya meminta klarifikasi kepada Aparat Pemerintah Desa Margajaya, Kecamatan Ngamprah, terkait sengketa jual beli rumah yang diduga bermasalah.
Kasus ini bermula dari temuan LBH PERADMI bahwa kliennya, selaku pembeli pertama, tidak diberitahu saat rumah yang telah dibelinya dialihkan kepada pihak kedua tanpa sepengetahuannya. Lebih parahnya, ditemukan adanya pencoretan berkas jual beli menggunakan Tipe-X oleh oknum yang kini tengah dalam investigasi LBH dan Aparat Penegak Hukum (APH).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua LBH PERADMI KBB, Wahyu, menegaskan bahwa kehadiran pihaknya ke Desa Margajaya bukan untuk memperkeruh suasana, melainkan untuk meminta klarifikasi mengenai pencoretan dokumen penting serta perpindahan hak kepemilikan secara sepihak. “Seharusnya pihak desa mengundang klien kami sebagai pihak pertama sebelum melakukan transaksi dengan pihak kedua. Bukan justru memberitahukan setelah semuanya selesai,” ujarnya.
Namun, alih-alih mendapatkan pelayanan yang profesional dan respons yang kooperatif, kedatangan LBH PERADMI justru dianggap sebagai ancaman. Surat permohonan mediasi yang telah dilayangkan juga tidak mendapatkan tanggapan yang proporsional. Ketua LBH PERADMI Jawa Barat, Hairul Anwar, SH., L.L.M, yang turut hadir dalam mediasi, mengungkapkan kekecewaannya. “Kami datang dengan itikad baik untuk mencari solusi damai, tapi justru merasa diacuhkan. Seharusnya aparat desa berpegang teguh pada asas pelayanan publik yang menjunjung tinggi profesionalisme, keterbukaan, dan akuntabilitas,” tegasnya.
Ketika dihubungi, Camat Ngamprah, Agnes, menyerahkan penyelesaian kasus ini kepada pihak Desa Margajaya. Namun, pernyataan dari Kepala Dusun (Kadus) Imam yang meminta LBH PERADMI langsung berkoordinasi dengan LBH dari pihak penjual dan pembeli justru memperkeruh suasana. “Kami tidak menutup kemungkinan bahwa ada tanda tangan pejabat berwenang dalam dokumen ini, termasuk dari Ibu Camat atau PPATS, yang juga harus diklarifikasi,” tambah Wahyu.
Saat ini, LBH PERADMI tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, namun menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan. “Jika harus ke jalur litigasi, kami siap berargumentasi di pengadilan. Namun, selama masih ada ruang untuk musyawarah, kami berharap semua pihak bisa bersikap terbuka dan profesional,” pungkas Ketua LBH PERADMI.
Kasus ini akan terus dikawal hingga kebenaran terungkap dan hak-hak klien terlindungi. “Keadilan harus ditegakkan, meskipun langit akan runtuh!” tegas Hairul Anwar Red *Dudung *