INDONESIA POST 24 . COM
Bandung | 5 Mei 2025 – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Kepala Puskesmas Purwakarta, Erna, digelar di Pengadilan Tipikor Bandung. Sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) ini digelar pada sore hari dalam suasana cukup tergesa karena di luar jam kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terdakwa didampingi oleh penasihat hukumnya, Dr. Elya Kusuma Dewi, SH., MH dari Kantor Hukum El & Partner’s. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Erna dengan Pasal 2 UU Tipikor, dengan pidana 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider 10 bulan kurungan.
Dalam persidangan, Erna membacakan sendiri pembelaannya dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca. Ia menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan selama masa pandemi COVID-19 semata-mata untuk kepentingan pelayanan masyarakat.
“Saat itu situasi darurat. Saya tidak memikirkan diri sendiri, apalagi untuk korupsi. Yang saya pikirkan hanya bagaimana menolong orang,” ujar Erna.
Ia menjelaskan bahwa rereongan—iuran sukarela dari pegawai puskesmas setelah menerima jasa pelayanan—digunakan untuk membayar tenaga sukarelawan karena anggaran resmi dari dinas belum tersedia.
“Itu iuran sukarela, tidak dipaksakan, tidak ada sanksi. Apakah itu salah?” lanjutnya.
Penasihat hukum terdakwa, Elya Kusuma Dewi, dalam pledoinya menegaskan bahwa rereongan bukanlah bentuk potongan gaji, melainkan kontribusi sukarela dari pegawai setelah menerima haknya secara penuh.
“Uang sudah diterima utuh. Setelah itu, mau dipakai untuk beli apa pun adalah hak masing-masing pegawai. Negara tidak bisa mengklaim itu lagi sebagai uang negara,” jelas Elya kepada wartawan usai sidang.
Ia menilai tuduhan korupsi terhadap rereongan tidak berdasar, dan justru mencerminkan kurangnya apresiasi terhadap upaya pegawai dalam membantu negara di tengah krisis.
“Tenaga sukarelawan itu sangat dibutuhkan saat COVID-19. Rereongan itu bentuk solidaritas. Bukannya berterima kasih, malah dituduh korupsi.”
Sebelumnya, keluarga terdakwa juga telah mengirimkan surat pengaduan ke Kejati Jawa Barat serta lembaga terkait, meminta keadilan dan pemeriksaan menyeluruh terhadap praktik rereongan yang juga terjadi di banyak puskesmas, OPD, dan instansi lain di Purwakarta.
“Jika rereongan dianggap pelanggaran, maka seharusnya seluruh instansi yang melakukan hal serupa juga diperiksa,” tegas Elya.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan pada waktu yang akan ditetapkan kemudian.
Red ***